Saturday, March 15, 2014

Ketika tak Ada Yang Dapat Dijual

Kehidupan manusia bagaikan roda yang berputar. Kadang diatas, terkadang dibawah. Terkadang pula harus berada di posisi miring tidak keatas dan tidak kebawah. Labilitas kehidupan manusia seakan merupakan kodrat alam yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan manusia.

Keimanan, ekonomi, kehidupan social, serta berbagai aspek kehidupan lainnya juga mengalami pasang surut bagaikan air laut yang kadang pasang, terkadang pula surut dan sudah diatur sesuai dengan ketentuan alam berdasarkan hukum timbal balik dan sebab akibat. Tak jauh beda dalam menjalani roda kehidupan, semua yang terjadi dan menimpa dalam kehidupan manusia senang maupun susah, bahagia ataupun sedih pasti ada penyebabnya.

Tertawa dan menangis adalah warna dalam kehidupan yang sudah pasti dirasakan pada setiap manusia. Kurang lengkap warna hidup manusia yang tidak merasakan kesedihan, begitu pula yang tidak pernah merasakan hidup bahagia.

Terus apa tola ukur sedih dan bahagia dalam kehidupan manusia?

Ekonomi, social, budaya, keimanan atau factor lain yang menjadi penyebab adanya rasa senang dan hadirnya pula rasa sedih dalam kehidupan ini? Atau memang segala aspek tersebut merupakan pengatur pola hidup manusia sehingga melahirkan suasana kebahagiaan atau menjadikan seseorang dalam kesusahan.

Permasalahan ekonomi kerap menjadi tolak ukur secara riil kebahagiaan seseorang. Keluarga yang hidup dalam kecukupan materi secara lahiriyan akan terlihat hidup bahagia, sementara mereka yang hidup terbatas dan terlihat kekurangan dalam segi materi akan terlihat hidup dalam kesengsaraan.

Tidak jarang juga kita melihat mereka yang berkubang dalam lumpur kenistaan selalu dihiasi dengan senyum menghiasi bibir mereka dalam menjalani kehidupan, tak jarang pula kita melihat orang yang hidup dalam kemewahan seakan selalu gelisah dan kebingungan dalam kehidupan mereka.

Social bermasyarakat, keimanan sepertinya menjadi landasan utama untuk hidup bahagia dengan penuh senyum keceriaan. Bersosialisasi dengan masyarakat sekitar serta selalu mensyukuri segala apa yang telah dimiliki sehingga rasa cukup dan tercukupi kebutuhan akan senantiasa hadir sekalipun pada realitanya sedang dalam kekurangan dan tak ada satupun yang dapat dijual. Hidup cukup bukan karena terpenuhinya kehidupan lahiriyah secara materi, namun hidup cukup adalah terpenuhinya kebutuhan secara batin sekalipun realitanya kekurangan sedang mendera dalam kehidupan kita.

No comments:

Post a Comment